Tresno - Makaryo - Guyub )|( Ngajewantahaken Indonesia Ingkang Adil lan Sejahtera

Tuesday, July 27, 2010

10 Wasiat Imam Syahid Hasan Al Banna

Sumber: http://adjiewicaksana.wordpress. com/

1.Segera laksanakan shalat pada waktu anda mendengar azan, bagaimanapunkondisi anda

• Dari Abdullah bin Masud ra. Mengatakan, “Saya bertanya kepada Rasulullah saw., ‘Perbuatan apakah yang paling disukai Allah.’” Beliau menjawab, “Shalat tepat waktu”
• Abdullah bin Umar meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. Berkata, “Sesungguhnya Rasulullah saw. Bersabda, ‘Awal shalat keridhaan Allah, pertengahannya adalah rahmat Allah, akhirnya adalah pengampunan Allah.’”
• Keridhaan Allah adalah derajat pahala yang paling tinggi dalam shalat, rahmat Allah adalah derajat pertengahan, dan pengampunan adalah derajat terendah karena ia muncul oleh sikap mengabaikan dan menyepelekan shalat
• Rasulullah saw. berkata, “Shalat jamaah lebih baik daripada shalat yang dilakukan sendiri salah seorang di antara kalian sebanyak dua puluh lima derajat. Malaikat malam dan Malaikat siang berkumpul pada saat shalat shubuh.”

2.Bacalah Al-Quran, cermati, dengar atau berzikirlah kepada Allah, jangan habiskan waktumu terhadap sesuatu yang tidak berguna

• Rasulullah bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah yang mempelajari Al-Quran dan mengajarkannya”
• Allah berfirman, “Berzikirlah kepadaKu niscaya Aku akan ingat kepadamu”
• Allah berfirman, “Dirikanlah shalat untuk mengingatKu”
• Salah satu ciri orang yang beriman adalah mampu menjaga dirinya dari kesia-siaan (QS. Al-Mu’minuun: 3)

3. Bersungguh-sungguhlah berbahasa arab yang fasih, karena yang demikian itu syiar islam

• Mungkin ini bisa disetarakan dengan berbahasa yang sopan dan beradab, karena hal ini akan mendatangkan kharisma dan image yang baik

4. Jangan banyak berdebat dalam setiap hal, karena perdebatan tidak bisa mendatangkan kebaikan

• Debat atau perdebatan berarti saling berdialog dengan cara bersitegang dan saling tidak mau mengalah
• Isa as. Berkata, “Sesungguhnya permasalahan itu ada tiga hal: permasalahan yang jelas kebaikannya maka ikutilah, permasalahan yang jelas keburukannya maka jauhilah, dan permasalahan yang tidak jelas maka tanyakan kepada orang alim (ahlinya).”
• Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya akan dihancurkan orang-orang sebelum kalian karena debat, tinggalkan debat karena sedikit kebaikan yang ada padanya. Tinggalkan debat sesungguhnya orang mukmin tidak berdebat.”
• Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa meninggalkan debat dan dia di pihak yang batil (salah), maka baginya akan dibangunkan rumah di bawah surge, barangsiapa meninggalkan surge dan dia di pihak yang hak (benar), maka baginya akan dibangunkan rumah di tengahnya, dan barangsiapa yang baik akhlaknya, maka baginya akan dibangunkan rumah di atasnya.”
• Demikianlah Islam, menutup semua pintu yang bisa menceraiberaikan persatuan umat, dan menebarkan benih-benih permusuhan dan kebencian di antara umat, menghindarkan umat dari semua debat kusir yang penuh dengan kebatilan dan bala’.
• Perbedaannya jelas antara syura dengan debat, karena seorang pendebat tujuannya bukan menuju kepada kebenaran, akan tetapi tujuannya adalah ingin menyesatkan, membalikkan hakikat-hakikat, agar apa yang menjadi pendapatnya dianggap benar, meskipun pada hakikatnya kebatilan.
Imam Hasan al Banna Ajarkan cara membantah
Sebuah artikel yang dimuat di harian umum Al-Ahraam telah membuat Hasan al Banna dan murid-muridnya gelisah. Bagaimana tidak, artikel yang ditulis oleh si Fulan itu berisi pemikiran yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Si Fulan mengatakan bahwa tidak ada kewajiban bagi manusia untuk menutup auratnya. Sebab secara fitrah, setiap manusia dilahirkan dalam keadaan telanjang. Maka ia menyerukan agar budaya telanjang itu dilestarikan di tengah masyarakat Mesir.
Tak pelak, umat Islam di Mesir marah. Mereka pun langsung membuat artikel bantahan dan siap dikirim ke harian umum yang sama. Namun sebelum itu, mereka mengutus seorang muslim bernama Mahmoud yang merupakan penulis artikel bantahan itu, untuk meminta pendapat dan izin dari Hasan al Banna.
“Ya, Ustad. Bagaimana pendapat Anda?” tanya Mahmoud pada Sang Imam yang tampak terdiam lama setelah membaca artikel bantahan itu.
“Saudaraku, artikelmu ini sangat bagus dan penuh argumentasi yang jitu. Tapi…” kata Sang Imam.
“Tapi apa ya, Ustad?” tanya Mahmoud heran. Wajah ulama yang teduh itu berubah galau. Ditatapnya artikel bantahan yang tergenggam di tangannya.
“Dalam pikiranku, tergambar beberapa dampak dari tulisanmu ini jika jadi dimuat,” ujar Sang Imam pelan sambil kembali menatap Mahmoud. “Pertama, artikel yang ditulis si Fulan itu sangatlah tajam, menusuk hati kaum Muslimin. Sementara konsumen pembaca harian Al-Ahraam itu sendiri relatif sedikit dibanding jumlah penduduk Mesir secara keseluruhan. Rata-rata mereka tidak membacanya dengan serius,” jelas Hasan Al Banna.
Mahmoud menyimak uraian Sang Imam dengan hati bertanya-tanya. Ia belum paham maksud gurunya itu. “Jika kita menurunkan bantahan terhadap artikel tersebut, akan timbul beberapa titik rawan. Di antaranya, justru akan mengekspose artikel tersebut dan memancing keingintahuan bagi mereka yang belum membacanya. Sementara yang sudah membaca, akan kembali terpancing untuk membaca dengan serius. Dengan demikian, tanpa sadar kita telah memicu perhatian masyarakat kepada sesuatu yang buruk, yang bisa saja mendatangkan mudarat bagi orang-orang yang berjiwa lemah. Kalau artikel si Fulan itu kita diamkan saja, insya Allah ia akan tenggelam dengan sendirinya,” tutur Sang Imam pelan.
Mahmoud masih tampak belum puas dengan penjelasan itu, meski ia mulai bisa meraba maksud gurunya.
“Saudaraku, bantahan adalah salah satu bentuk tantangan yang akan memancing sikap keras bagi yang dibantah. Dan sekalipun ia menyadari bahwa ia salah, tapi bantahan itu akan membuatnya bersikukuh kepada kesalahannya. Ketahuilah saudaraku, si Fulan itu telah terpengaruh oleh sebuah lingkungan yang membuatnya berpikir seperti itu. Dan aku melihat, tujuannya menulis artikel itu bukanlah untuk mengungkapkan apa yang menjadi keyakinannya. Melainkan sekadar mencari perhatian dengan cara menghalalkan segala cara.”
“Saudaraku, jika sampai si Fulan bersikukuh dalam kesalahan itu akibat bantahan yang kita sampaikan, maka secara tidak langsung kita telah menghalangi pintu tobat baginya. Si Fulan itu masih muda. Membukakan pintu kebenaran baginya jauh lebih baik daripada melemparkannya jauh-jauh dari kebenaran yang sebenarnya menjadi hak dia. Justru kewajiban kitalah untuk membantunya meraih kebenaran itu. Aku tidak ingin, emosi yang bermain dalam dada kita membuat seseorang terhalang dari hidayah Allah. Begitulah pemikiranku. Bagaimana menurutmu, Akhi?” Sang Imam menutup penjelasannya.
Mahmoud yang sejak tadi diam menatapnya, perlahan menunduk. Kini semakin disadarinya betapa Sang Imam adalah manusia yang sangat bijak. Sosok yang penuh kharisma dan telah melebur ke dalam kancah dakwah secara jasad, ruh, akal, dan hartanya. Pengetahuan yang dalam dan hubungannya yang erat dengan Allah SWT telah menjadikan pandangannya demikian luas, nalurinya peka, mata hatinya tajam, jauh menembus ke depan. Ya, ia telah dianugerahi bu’dunnazar (pandangan yang jauh ke depan), sesuatu yang jarang dimiliki oleh orang biasa.
Perlahan Mahmoud mengangkat kepalanya. Ditatapnya wajah Sang Imam sambil tersenyum. “Anda benar sekali ya, Ustad. Saya setuju dengan pendapat Anda,” ujar Mahmoud.
***
Waktu terus berlalu, artikel si Fulan yang membahayakan itupun berlalu begitu saja. Masyarakat sepertinya tidak terusik sama sekali. Namun, apakah yang terjadi pada si Fulan sendiri? Sejarahlah kemudian yang mencatat bahwa ia menjelma menjadi sosok paling heroik di kancah dakwah.
Ia telah mempersembahkan kepada ummat, tafsir Alquran yang sangat luar biasa Fi Zilalil Qur’an, yang ia tulis selama di dalam penjara. Dialah Sayyid Quthub!

5. Jangan banyak tertawa, karena hati yang tersambung dengan Allah akan tenang dan teduh.

• Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya banyak tertawa akan mematikan hati, dan menghilangkan kharisma seorang mukmin.”
• Pandangan Plato dan Aristoteles dalam hal ini sepakat bahwa tertawa merupakan salah satu reaksi jiwa yang berbahaya dan merugikan. Untuk itu, Plato berharap sandiwara komedi disaksikan oleh orang-orang biasa dan tidak oleh orang yang dikenal wara’, pemikir, dan mulia di kalangan masyarakat. Aristoteles juga melarang para pemuda untuk menonton sandiwara komedi yang banyak mengundang tawa, karena khawatir mereka akan dijangkiti kerusakan.
• Tertawa yang diharamkan adalah tertawa yang terlalu sering dan melampaui batas. Hal ini karena tergolong menjadi permainan dan melenakan dari kesungguhan dalam berbagai hal.
• Contoh tertawa yang baik dalam hal ini adalah para Nabi dan Rasul Allah. Banyak riwayat mengatakan bahwa Nabi kita Muhammad saw. tertawa, tetapi tertawanya tidak melampaui batas atau hanya tersenyum. Senyum Rasulullah saw. yang paling maksimal adalah Nampak gigi gerahamnya.
• Abdullah bin Harits mengatakan, “Saya tidak pernah melihat orang yang paling sering tersenyum selain Rasulullah saw., para sahabat banyak yang mencontohnya. Jika di antara para sahabat tertawa, maka tidak lebih dari tersenyum, mereka tidak berlebihan dalam hal itu.”

6.Jangan bercanda, sesungguhnya umat pejuang hanya mengenal keseriusan
• Islam mensyaratkan bercanda yang diperbolehkan, di mana sang pencanda senantiasa komitmen dengan kebenaran terhadap apa yang dikatakannya, tidak memperpanjang, tidak menjadikan bercanda sebagai prioritas, karena dengan itu akan sering jatuh pada kebatilan yang berupa kepalsuan dan kebohonga.

7.Jangan keraskan suaramu melebihi hajat pendengar, karena itu mengganggu

• Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (QS. Luqman: 19)
• Mengeraskan suara adalah kebiasaan orang jahiliyah. Dahulu mereka memandangnya sebagai sebuah tanda kemuliaan/prestise dan derajat yang tinggi. Mereka menganggap orang yang paling keras suaranya adalah orang yang mulia. Sedangkan orang yang suaranya rendah dan kecil dianggap orang yang paling hina.
• “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus amalanmu , sedangkan kamu tidak menyadari. Sesungguhnya orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa. Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar. Sesungguhnya orang-orang yang memanggil kamu dari luar kamar kebanyakan mereka tidak mengerti.” (QS Al-Hujurat:2-4)
• Yang dimaksud dengan larangan di ayat ini dengan tidak melarang mengangkat suara secara mutlak kecuali jika itu dibutuhkan pendengar, maka pada saat itu meninggikan suara tidak dilarang, atau bahkan dengan suara lantang bisa membuat musuh takut, atau seseorang memang bersuara lantang, ini semua tidak terlarang. Namun yang terlarang adalah yang dilarang oleh islam, yaitu karena berlebihan dan mengganggu.
• Mengangkat suara tanpa ada keperluan, meski tidak terpuji pada dirinya, maka cukuplah itu membuatnya buruk dan tidak disuka.

8.Jauhilah menggunjing, melukai hati pihak-pihak lain, jangan berbicara kecuali dengan kebaikan

• Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka, karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Hujurat: 12)
• Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (QS. Al-Hujurat: 11)
• Rasulullah saw. menganjurkan kita untuk menjauhi ghibah, dan memberikan pembelaan kepada yang digunjing, ketika seseorang menggunjingnya dan melecehkan harga diri orang tersebut.
• Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang membela harga diri saudaranya, maka Allah akan menolak azab neraka dari dirinya pada hari kiamat.”
• Namun, para ulama mengatakan, “Ada tiga hal yang tidak dianggap ghibah –maksudnya menggunjingnya tidak diharamkan- yaitu pemimpin yang zalim, orang yang membuat bid’ah dalam agama, dan para pendosa yang berbuat dosa dengan terang-terangan dan lainnya, yang dimaksudkan ada maksud baik dari ghibah tersebut.”

9. Berkenalanlah dengan siapa saja, yang engkau temui dari saudaramu, meski tidak diminta, karena azas dakwah kita adalah cinta dan saling mengenal
• Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Al-Hujurat: 13)
• Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni’mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni’mat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (QS. Ali Imran: 103)
• Allah berfirman, “KecintaanKu wajib bagi mereka yang saling mencintai karena Aku, bagi orang-orang yang duduk di majelis karena Aku, bagi orang-orang yang saling mengunjungi karena Aku, dan bagi orang-orang yang saling berbagi karena Aku.”
• Mereka yang saling mencintai karena Allah adalah orang-orang yang tidak mengharapkan balasan apa-apa dari sesame saudaranya. Mereka dilandasi oleh rasa persaudaraan yang murni dan jernih karena Allah, dalam cinta Allah dan dengan Allah.
• Imam Ali ra. Berkata, “Sesungguhnya sudaramu yang jujur yang selalu bersamamu. Orang lain mendatangkan mudharat, teman sejati bisa member manfaat. Jika zaman telah rusak, teman setia bisa membela dan berlaku tegas. Jika tercerai berai, ia menghimpun semua yang terserak.”
• Umar ra. Berkata, “Carilah teman yang jujur, kalian berlindung dalam perlindungannya, mereka adalah hiasan disaat bahagia, dan penolong saat ujian datang.”
• Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang Allah kehendaki pada dirinya kebaikan, maka ia akan diberikan teman yang shalih. Jika ia lupa ia mengingatkannya, jika ia mengingatnya ia memberikan pertolongan.”

10.Kewajiban lebih banyak dari waktu yang tersedia, bantu orang lain agar ia bisa memanfaatkan waktunya. Jika engkau sedang bekerja, maka ringkaslah dalam mengerjakannya

• Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat memajukannya Rasulullah saw. bersabda, “Orang berakal adalah mereka yang menjaga dirinya dari bekerja untuk kehidupan setelah mati. Sebaliknya orang yang dungu adalah mereka yang mengikuti hawa nafsunya dan memiliki angan-angan yang tinggi.”
• Seorang penyair berkata, “Jika engkau tidak menanam, dan engkau melihat orang lain panen, maka engkau akan menyesali kelalaianmu ketika masa tanam.”
• Rasulullah saw. berkata, “Jika engaku melihat seseorang tenggelam dalam mengefektifkan waktunya, maka jangan engkau mengganggunya dalam keasyikannya bekerja, namun jika engkau mempunyai hajat kepada orang tersebut, maka berusahalan menyelesaikannya dalam waktu yang sangat singkat, karena yang lebih dari hajatmu itu bukan milikmu, maka janganlah engkau merusaknya, jika engkau melampaui batas, maka engkau tercela.”

No comments :