by Ustadz Nandang Burhanudin
****
****
"Tadz .. maaf nih, dah bosan njomblo. Dari musim
durian ampe musim rambutan, jodoh tak kunjung datang. Ikhtiar perasaan dah
maksimal. Dah cari-cari di Timur-Barat, Utara-Selatan, tapi permata hati masih
enggan menghampiri", keluh seorang aktivis muda.
"Hmmmm ... kok kayak menderita banget githu ...
Antum kan gagah. Punya penghasilan. Walau kurang kepribadiannya ... he he ...
maksudnya, belum punya rumah-mobil pribadi ... he he .. Beneran belum ada apa
masih pilih-pilih?", canda sang ustadz.
"Wah ... ustadz ini, diajak serius malah
bercanda. Enelan tadz ... bingung nih. Memang sudah ada sih ...sudah istikharah
... tapi kok gak ada jawaban terus ya ...", tanya sang pemuda.
"Tuh ... sedikit jelas... kan gak semenderita di
lagu ... Terus hambatan memilih apa?", tanya pak ustadz kalem.
"Iya tadz. Pilihannya: 1. Akhwat Sunda, bersih,
campernik, smart, dan nyundawi banget tadz ... sampe masih susah ngucapin FA
dan ZA ... he he ..."
"Wow ... ane juga orang Sunda lho ... he he ...
Trus yang kedua?", potong sang ustadz.
"Iya, yang kedua akhwat Jawa. Orangnya gigih,
giat, nampaknya tahan kepanasan ... he he ....", jawab sang pemuda mulai
cair.
"Waduh ... tahan kepanasan maksudnya agak gelap
gitu kulitnya? he he .... Antum sendiri sukunya apa?"
"Ya ... sorry sorry to say lah tadz .... ana
orang Sumatra tadz ... tapi PUJAKESUMA ... kayak Mas Gatot gitu lah ... itu mas
Gatot Gubernur ....," tutur sang pemuda.
"Terus masalahnya apa? Kan dua-duanya bagus ...
tinggal putuskan aja ....," sang ustadz mulai memainkan intonasi.
"Gini tad, ana pernah dengar bahwa Gadis Sunda
itu memiliki kecenderungan manja, betah di rumah, kurang siap diajak migrasi,
tapi kelebihannya pandai mengurus rumah-rapi-pinter masak- dan santun kepada
orangtua. Gadis Sunda itu butuh pria pejuang, gigih, tak kenal menyerah, dan
siap menyediakan fasilitas yang walau tidak wah tapi lengkap .... ",
terang sang pemuda.
"Terus yang akhwat Jawa?", tanya ustadz.
"Kalau yang jawa, tipenya siap kerja keras-siap
dibawa kemana aja-tidak banyak menuntut-tidak suka berdandan-tapi agak kurang
perhatian di rumah, karena sibuk urusan di luar. Karena mandiri, biasanya tidak
terlalu butuh perhatian dan kurang memperhatikan. Tipe akhwat Jawa butuh ikhwan
yang melow-penyayang-mengasisteni-manja. Terus terang, ini bisa salah-bisa
benar .... nanti saya diprotes ...."
"Ooo ... gini akhi .... Prinsipnya, kalau jadi
suami itu harus siap jadi Qawwam (tulang punggung-pemimpin-peneguh) rumah
tangga. Mau Sunda-mau Jawab-mau Madura, kewajiban suami sama. Sebagai suami,
tidak boleh hidup dalam dekapan ketiak istri. Karena harta istri-termasuk hasil
pekerjaannya, tidak otomatis jadi milik suami. Sedang harta suami, itu otomatis
jadi harta istri dan keluarga. Soal watak akhwat Sunda-Jawa yang enta
sampaikan, ada benarnya juga sich walau gak semuanya. Sebenarnya fitrah
perempuan itu sama saja. Hanya tabiatnya saja agak lain, terpengaruh
latarbelakang keluarga, lingkungan, dan pendidikan", tegas sang ustadz.
"Terus ana harus pilih yang mana?" sang
pemuda gak sabar.
"Pilih yang menenteramkan hati antum. Insya Allah
berkah .... Catatan: Jangan sampai jadi ikhwan/cowok kolektor foto dan CV
akhwat ya .. he he ....", sang ustadz memberi warning.
"Waduuh ... $#@@$#$ ..."
sumber :
:: PKS PIYUNGAN | BLOG PARTAI KEADILAN SEJAHTERA ::
No comments :
Post a Comment